Sistem Hukum dan Peradilan Internasional

Pengertian hukum internasional yang berlaku di masa ini

Pada dasarnya yang dimaksud hukum internasional dalam pembahasan ini adalah hukum internasional publik, karena dalam penerapannya, hukum internasional terbagi menjadi dua, yaitu: hukum internasional publik dan hukum perdata internasional.
ilustrasi-hukum internasional

Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan bersifat perdata.

Sedangkan hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara, dengan perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata yang berbeda. (Kusumaatmadja, 1999; 1)

Awalnya, beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya mengenai definisi dari hukum internasional, antara lain yang dikemukakan oleh Grotius dalam bukunya De Jure Belli ac Pacis (Perihal Perang dan Damai). Menurutnya “hukum dan hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau semua negara”. Ini ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan diri di dalamnya. Sedang menurut Akehurst : “hukum internasional adalah sistem hukum yang di bentuk dari hubungan antara negara-negara”

Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain. (Kusumaatmadja, 1999; 2)

Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, secara sepintas sudah diperoleh gambaran umum tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum internasional, yang di dalamnya terkandung unsur subyek atau pelaku, hubungan-hubungan hukum antar subyek atau pelaku, serta hal-hal atau obyek yang tercakup dalam pengaturannya, serta prinsip-prinsip dan kaidah atau peraturan-peraturan hukumnya. Sedangkan mengenai subyek hukumnya, tampak bahwa negara tidak lagi menjadi satu-satunya subyek hukum internasional, sebagaimana pernah jadi pandangan yang berlaku umum di kalangan para sarjana sebelumnya.

Persamaan dan perbedaan antara hukum internasional publik dan hukum perdana internasioanl

Hukum internasional berdasarkan isinya didasarkan pada rekomendasi Konvensi Wina tahun 1969 yang merekomendasikan klasifikasi hukum internasional dibagi menjadi dua yaitu:
  • Hukum Publik Internasional: “keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas- batas negara yang bukan bersifat perdata”.
  • Hukum Perdata Internasional (HPI) : “keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas- batas negara yang bersifat perdata”

Hukum Internasional atau sering disebut sebagai “International Law” merupakan lapangan hukum publik, di mana kualifikasi publik sering kali tidak disebutkan secara langsung, berbeda dengan hukum Internasional dalam lapangan hukum privat yang sering disebut sebagai “Hukum Perdata Internasional”.

Perbedaan antara HI dan HPI bukanlah ditinjau dari unsur perbedaan subyeknya yang sering dikaitkan, yaitu subyek HI adalah negara sedangkan subyek HPI adalah individu. Dalam perkembangannya perbedaan semacam ini tidak dapat dipertanggungjawabkan sebab antara keduannya dapat memiliki subyek hukum negara ataupun individu. Oleh karena itu yang paling tepat untuk membedakannya adalah dengan meninjau urusan yang diatur oleh keduanya, jika mengatur urusan yang bersifat publik maka disebut sebagai Hukum Internasional Publik (HI) tetapi jika mengatur urusan yang bersifat perdata disebut sebagai Hukum Perdata Internasional (HPI).

Sedangkan Persamaan antara Hukum Internasional Publik dengan Hukum Perdata Internasional adalah bahwa urusan yang diatur oleh kedua perangkat hukum ini adalah sama – sama melewati batas wilayah suatu negara.

Cara membedakan berdasarkan sifat dan obyeknya adalah tepat, dari pada membedakan berdasarkan pelaku-pelaku (subyeknya), yaitu dengan mengatakan HI Publik mengatur hubungan atara negara, sedangkan H Perdata Internasional mengatur hubungan orang-perorangan.

HI dibedakan dengan HPI dikarenakan :
  1. Negara dapat saja menjadi sunyek HPI, dan perorangan dapat saja menjadi subyek HI.
  2. Batasan yang bersifat negatif lebih tepat karena ukuran publik memang sering kali sukar dicari batas-batasnya.
  3. Dewasa ini persoalan Internasional tidak semuannya merupakan persoalan antar negara; melainkan persoalan yang menjadi tanggung jawab perseorangan misalnya, penjahat perang karena melakukan pelanggaran Konvensi Jenewa 1949).


Sumber-sumber formal dan subjek hukum internasional

A. Sumber-sumber Hukum Internasional 

Perkataan sumber hukum dipakai dalam beberapa arti yaitu Pertama, kata sumber hukum dipakai dalam arti dasar berlakunya hukum. Dalam arti yang dipersoalkan ialah apa sebabnya hukum itu mengikat ? Sumber hukum dalam arti ini dinamakan sumber hukum dalam arti material karena menyelidiki masalah : apakah yang pada hakekatnya menjadi dasar kekuatan mengikat hukum dalam hal ini hukum internasional. Kedua, kata sumber hukum ialah sumber hukum dalam arti formal yang memberi jawaban kepada pertanyaan : dimanakah kita mendapatkan ketentuan hukum yang dapat diterapkan sebagai kaidah dalam satu persoalan yang konkrit (Kepustakaan Hukum Internasional Inggris istilah sumber hukum dalam arti material (material sources) digunakan dalam arti yang justru sebaliknya). Namun, ada kalanya sumber hukum dipergunakan juga dalam arti lain yaitu : kekuatan factor atau apakah politis, kemasyarakaatan, ekonomis, tekhnis, dan psikologis. Kemudian akan membantu dalam pembentukan hukum sebagaai suatu bentuk perwujudan atau gejala social dalam kehidupan masyarakat manusia. Istilah lain dikatakan sumber hukum dimaknakan meneliti faktoc kausal atau penyebab yang turut membantu dalam pembentukan suatu kaidah. Persoalan ini lebih terletak dalam bidang luar ilmu hukum (esktra yuridis). Sebagaimana juga masalah sumber hukum material merupakan soal ekstra yuridis yakni pada hakekatnya merupakan persoalan falsafah. Bagi seorang yang belajar hukum positif yaitu hukum yang berlaku seperti misalnya mahasiswa fakultas hukum atau seorang pengacara atau pejabat diplomatic, yang terpenting diantara tiga arti kata sumber hukum diatas adalah sumber hukum dalam arti formal. Kajian sumber hukum Internasional biasanya Mahkamah Internasional akan mempergunakan :

  1. Perjanjian Internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, yang mengandung ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang bersengketa. Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu. Biasanya perjanjian itu harus dilakukan oleh subyek hukum internasional yang menjadi anggota masyarakat internasional. Misalnya perjanjian antara negara dengan organisasi internasional (antara Amerika Serikat dengan PBB mengenai status hukum tempat kedudukan tetap PBB di Newyork) atau perjanjian antara suatu organisasi internasional dengan organisasi internasional lainnya. Salah satunya perjanjian yang diadakan antara Takhta Suci dengan negara-negara. Walaupun yang diatur dalam perjanjian itu semata-mata urusan gereja dan bukan urusan kenegaraan. Namun, Takhta Suci merupakan subyek hukum yang diakui dalam hukum internasional.
  2. Kebiasaan Internasional, sebagai bukti dari suatu kebiasaan umum yang telah diterima sebagai hukum. Dikatakan “Internasional custom, as evidence of a general practice accepted as law”. Kebiasaan internasional adalah kebiasaan internasional yang merupakan kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum. Serta, unsur-unsurnya harus terdapat suatu kebiasaan yang bersifat umum dan kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum. Namun, kapankah dapat dikatakan kebiasaan internasional itu merupakan satu kebiasaan umum ?Pertama, perlu adanya satu kebiasaan dimana pola tindak yang berlangsung lama kemudian menjadi serangkaian tindakan yang serupa mengenai hal dan keadaan yang serupa pula.Kedua, kebiasaan atau pola tindak yang merupakan serangkaian tindakan yang serupa mengenai hal dan keadaan yang serupa diatas harus bersifat umum dan bertalian dengan hubungan internasional. Hanya apabila unsur-unsur tersebut diatas dipenuhi dan dapat dikatakan sebagai kebiasaan internasional yang bersifat umum. Berikutnya yaitu unsur psikologis yang menghendaki bahwa kebiasaan internasional dirasakan memenuhi suruhan kaidah atau kewajiban hukum, atau seperti dikatakan dalam Bahasa Latin “opinio juris sive necessitates”. Contoh kebiasaan internasional dalam hukum perang. Penggunaan bendera putih sebagai bendera parlementer digunakan sebagai bendera yang memberikan perlindungan kepada utusan yang dikirim untuk mengadakan hubungan dengan pihak musuh. Kemudian mengapa itu bisa dikatakan sebagai kebiasaan internasional dikarenakan memang dimasa lampau diterima sebagai sesuai dengan hukum dimasa itu. Namun, karena mahkamah internasional seringkali melakukan perubahan. Maka, bisa juga dikatakan bahwa perjanjian internasional yang berulangkali diadakan mengenai hal yang sama dapat menimbulkan suatu kebiasaan dan menciptakan lembaga hukum melalui proses hukum kebiasaan internasional. 
  3. Prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa,dalam catatan Piagam Mahkamah Internasional pasal 38 ayat 1 menyatakan “Asas hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab”. Asas hukum umum ialah asas hukum yang mendasari system hukum modern. Hukum modern ialah system hukum yang positif yang didasarkan atas asas dan lembaga hukum Romawi. Sebagai akibat kenyataan sejarah bahwa sejak zaman kejayaan imperialisme dan kolonialisme negara-negara Eropa Barat sebagai negara maritim dan niaga yang besar telah menjelajahi (menjajah) sebagian besar permukaan bumi. Maka, asas dan lembaga hukum tersebut diatas telah menyebar keseluruh penjuru dunia. Walaupun cara penerimaan asas dan lembaga hukum negara barat oleh berbagai bangsa didunia berlainan. Namun, tidaklah terlalu salah untuk mengatakan bahwa banyak asas dan lembaga hukum yang berasal dari negara-negara barat dan didasarkan atas asas dan lembaga hukum Romawi telah diterima secara umum oleh bangsa-bangsa didunia dewasa ini.
  4. Keputusan pengadilan dan ajaran para sarjana yang paling terkemuka dari berbagai negara, sebagai sumber tambahan bagi menetapkan kaidah hukum maka Keputusan pengadilan Mahkamah Internasional tidak dikenal asas keputusan pengadilan yang mengikat (rule of binding precedent). Tertera dalam pasal 59 yang mengatakan bahwa “The decision of the court has no binding force except between the parties and in respect of that particular case”. Walaupun keputusan pengadilan internasional tidak memiliki kekuatan yang mengikat. Namun, keputusan Mahkamah Internasional bersifat permanent (Permanent Court of International justice), Mahkamah Internasional (International Court of justice), Mahkamah Arbitrase Permanen (Permanent Court of Arbitration) yang memiliki kekuatan besar dalam hukum internasonal. Sedangkan mengenai sumber hukum tambahan yang berikutnya ajaran para sarjana hukum terkemuka dapat dikatakan bahwa penelitian dan tulisan yang dilakukan oleh para sarjana terkemuka sering dapat dipakai sebagai pegangan atau pedoman untuk menemukan apa yang menjadi hukum internasional. 
  5. Keputusan badan perlengkapan (organs) organisasi dan lembaga internasional, belakangan memang pertumbuhan lembaga dan organisasi internasional dalam belakangan telah mengakibatkan timbulnya berbagai keputusan baik dari badan legislative, eksekutif, dan yudikatif. Adanya organisasi internasional itu tidak bisa diabaikan dalam suatu pembahasan tentang sumber hukum internasional. Walaupun keputusan demikian belum dapat dikatakan meruapakan sumber hukum internasional dalam arti yang sesungguhnya.


B. Subyek Hukum Internasional

Ada beberapa teoritis yang menyatakan bahwa Subyek Hukum Internasional sebenarnya hanyalah Negara. Dimana perjanjian internasional misalnya konvensi-konvensi Palang Merah tahun 1949 (Nama resminya adalah konvensi-konvensi Jenewa tahun 1949 tentang perlindungan korban perang). Memberikan hak dan kewajiban tertentu. Maka, hak dan kewajiban itu diberikan konvensi secara tidak langsung kepada orang-perorangan (individu) melalui negaranya yang menjadi konvensi itu. Melalui konstruksi demikian, maka banyak keadaan dan peristiwa dimana individu menjadi subyek hukum internasional berdasarkan suatu konvensi dapat dikembalikan pada negaranya yang menjadi peserta konvensi yang bersangkutan. Ada teori yang lain juga mengatakan subyek hukum internasional kebalikannya bahwa sebenarnya individu merupakan subyek hukum yang sesungguhnya dari hukum internasional. Karena dalam analisa terakhir individullah yang merupakan subyek segala hukum nasional maupun internasional. Menurut teori ini dikemukakan oleh Kelsen dalam bukunya principles of international law dengan logika dan analisa yang sukar dibantah. Apa yang dinamakan hak dan kewajiban negara sebenarnya adalah hak dan kewajiban semua manusia yang merupakan anggota pandangan teori Kelsen ini negara tidak lain dari suatu konstruksi yuridis yang tidak akan mungkin tanpa manusia-manusia anggota masyarakat itu. Berbeda halnya dengan suatu pendekatan praktis yang berpangkal tolak pada kenyataan yang ada. Baik kenyataan mengenai keadaan masyarakat internasional pada masa sekarang maupun hukum yang mengaturnya. Fakta atau kenyataan yang ada bisa timbul karena sejarah atau karena desakan kebutuhan perkembangan masyarakat hukum internasional atau apabila ia merupakan suatu fakta hukum bisa juga ada karena memang diadakan oleh hukum sendiri. Dalam arti yang sebenarnya memang subyek hukum internasional adalah pemegang (segala) hak dan kewajiban menurut hukum internasional. Artinya negaralah yang merupakan subyek hukum internasional. Namun, diantara dua kutub yang ekstrim ini terdapat pelbagai macam subyek hukum internasional yang memperoleh kedudukannya berdasarkan hukum internasional yang memperoleh kedudukannya berdasarkan hukum kebiasaan internasional karena perkembangan sejarah. Bagi pengamatan secara hukum positif tidak menjadi soal apa yang menjadi sumber hukum dari hak kewajiban itu. Apabila kita melihat persoalan secara demikian maka hukum internasional mengenal subyek hukum internasional sebagai berikut :

1) Negara : Negara bisa dikatakan subyek hukum internasional dikarenakan memang masih ada yang beranggapan bahwa hukum internasional itu pada hakekatnya adalah hukum antarnegara. Contoh dalam suatu negara federal yang menjadi pengemban hak dan kewajiban subyek hukum internasional adalah pemerintah federal. Tetapi ada kalanya konstitusi federal memungkinkan negara bagian mempunyai hak dan kewajiban yang terbatas atau melakukan hal yang biasanya dilakukan oleh pemerintah federal. 

2) Tahkta Suci : Takhta Suci (Vatikan) bisa dikatakan subyek hukum internasional dikarenakan memang Tahkta suci sudah ada sejak dahulu disamping negara. Sejarah sejak zaman ketika Paus bukan hanya merupakan kepala gereja Roma. Akan tetapi memiliki pula kekuasaan duniawi. Hingga sekarang Takhta Suci mempunyai perwakilan diplomatic dibanyak ibukota negara. Kedudukannya sejajar dengan wakil diplomatic negara-negara lain.

3) Palang Merah Internasional : Palang Merah Internasioanl bisa dikatakan subyek hukum internasional dikarenakan memang sekarang secara umum diakui sebagai organisasi internasional yang memiliki kedudukan dengan ruang lingkup yang tidak terbatas. Statusnya diperkuat oleh adanya Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang perlindungan korban perang.

4) Organisasi Internasional : Organisasi Internasional bisa dikatakan subyek hukum internasional dikarenakan memang organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi Buruh Internasional (ILO) mempunyai hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi-konvensi internasional yang merupakan semacam anggaran dasarnya. Diperkuat lagi dengan PBB membentuk Badan-badan Khusus (Specialized Agencies) seperti :

- International Telecommunications Union (ITU)
- Universal Postal Union (UPU)
- International Labor Organization (ILO)
- International Bank for Reconstruction and Development (World Bank)
- International Monetary Fund (IMF)
- Food and Agriculture Organization (FAO)
- International Civil Aviation Organization (ICAO)
- United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO)
- World Health Organization (WHO)
- World Meteorological Organization (WMO)
- International Maritime Colsultative Organization (IMCO)
- International Atomic Energy Authority (IAEA)

5) Individu : Individu bisa dikatakan subyek hukum internasional bertujuan untuk melindungi hak minoritas. Misalnya dalam memutuskan perkara menyangkut pegawai kereta api(Danzig Railway Official’cas) dalam perkara ini Mahkamah Internasional memutuskan perkara tersebut untuk melakukan perjanjian internasional yang memberikan hak tertentu kepada orang-perorangan. Maka, hak itu harus diakui dan mempunyai daya laku dalam hukum internasional. Artinya diakui oleh suatu badan peradilan internasional.
6) Pemberontak dan pihak Sengketa (belligerent) : Pemberontak dan pihak Sengketa bisa dikatakan subyek hukum internasional dikarenakan memang menurut huk perang. Pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa dalam beberapa keadaan tertentu yaitu :
- Hak menentukan nasib sendiri
- Hak secara bebas memilih system ekonomi, politik dan social sendiri
- Hak menguasai sumber kekayaan alam dari wilayah yang didudukinya

Prinsip yang perlu diperhatikan dalam berlakunya hukum internasional

PRINSIP-PRISIP UMUM HUKUM INTERNASIONAL

1. Prinsip jus cogens
Prinsip jus cogens adalah serangkaian prinsip atau norma yang tidak dapat diubah, yang tidak boleh diabaikan, dan yang karenanya dapat berlaku untuk membatalkan suatu traktat atau perjanjian antara negara-negara, dalam hal traktat atau perjanjian tersebut tidak sesuai dengan salah satu prinsip atau norma.
2. Asas Teritorial
Menurut azas ini, negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang yang ada di wilayahnya dan terhadap semua barang atau orang yang berada di wilayah tersebut, berlaku hukum asing (internasional) sepenuhnya.
3. Asas Kebangsaan
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya, menurut asa ini setiap negara di manapun juga dia berada tetap mendapatkan perlakuan hukum dari negaranya. Asas ini mempunyai kekuatan extritorial, artinya hukum negera tersebut tetap berlaku juga bagi warga negaranya, walaupun ia berada di negara asing.
4. Asas Kepentingan Umum
Asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam kehidupan masyarakat, dalam hal ini negara dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan peristiwa yang berkaitan dengan kepentingan umum, jadi hukum tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu negara.
5. Pacta Sunt Servanda
Setiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati oleh pihak-pihak yang mengadakannya.
6. Egality Rights
Pihak yang saling mengadakan hubungan itu berkedudukan sama.
7. Reciprositas
Tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas setimpal, baik tindakan yang bersifat negatif ataupun posistif.
8. Courtesy
Asas saling menghormati dan saling menjaga kehormatan negara.
9. Rebus Sig Stantibus
Asas yang dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar/fundamentali dalam keadaan yang bertalian dengan perjanjian itu
10. Asas Hukum Umum
Asas hukum umum ialah asas hukum yang mendasari sistem hukum modern yaitu sistem hukum positif yang didasarkan atas asas dan lembaga hukum negara barat yang untuk sebagian besar didasarkan atas asas dan lembaga hukum Romawi. Menurut Pasal 38 ayat (1) asas hukum umum merupakan suatu sumber hukum formal utama yang berdiri sendiri di samping kedua sumber hukum yang telah disebut di muka yaitu perjanjian internasional dan kebiasaan.

Proses penyelesaian hukum pertikaian internasional secara formal

Cara Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai 

Hukum internasional telah melarang penggunaan kekerasan dalam hubungan antar negara. Keharusan ini seperti tercantum pada Pasal 1 Konvensi mengenai Penyelesaian Sengketa-Sengketa Secara Damai yang ditandatangani di Den Haag pada tanggal 18 Oktober 1907, yang kemudian dikukuhkan oleh pasal 2 ayat (3). Berikut Cara Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai, antara lain :
1. Negosiasi.
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan yang paling tua digunakan oleh umat manusia. 40 Penyelesaian melalui negosiasi merupakan cara yang paling penting. Banyak sengketa diselesaikan setiap hari oleh negosiasi ini tanpa adanya publisitas atau menarik perhatian publik. Alasan utamanya adalah karena dengan cara ini, para pihak dapat mengawasi prosedur penyelesaian sengketanya dan setiap penyelesaiannya didasarkan pada kesepakatan atau konsensus para pihak.
2. Pencarian Fakta
Suatu sengketa kadangkala mempersoalkan konflik para pihak mengenai suatu fakta. Meskipun suatu sengketa berkaitan dengan hak dan kewajiban, namun acapkali permasalahannya bermula pada perbedaan pandangan para pihak terhadap fakta yang menentukan hak dan kewajiban tersebut. Penyelesaian sengketa demikian karenanya bergantung kepada penguraian fakta-fakta yang para pihak tidak sepakati. Oleh sebab itu dengan memastikan kedudukan fakta yang sebenarnya dianggap sebagai bagian penting dari prosedur penyelesaian sengketa. Dengan demikian para pihak dapat memperkecil masalah sengketanya dengan menyelesaikannya melalui suatu Pencarian Fakta mengenai fakta-fakta yang menimbulkan persengketaan.
3. Jasa-jasa Baik
Jasa-jasa baik adalah cara penyelesaian sengketa melalui atau dengan bantuan pihak ketiga. Pihak ketiga ini berupaya agar para pihak menyelesaikan sengketanya dengan negosiasi. Jadi fungsi utama jasa baik ini adalah mempertemukan para pihak sedemikian rupa sehingga mereka mau bertemu, duduk bersama dan bernegosiasi. Keikutsertaan pihak ketiga dalam suatu penyelesaian sengketa dapat dua macam: atas permintaan para pihak atau atas inisiatifnya menawarkan jasa-jasa baiknya guna menyelesaikan sengketa. Dalam kedua cara ini, syarat mutlak yang harus ada adalah kesepakatan para pihak
4. Mediasi
Mediasi adalah suatu cara penyelesaian melalui pihak ketiga. Ia bisa negara, organisasi internasional (misalnya PBB) atau individu (politikus, ahli hukum atau ilmuwan). Ia ikut serta secara aktif dalam proses negosiasi. Biasanya ia dengan kapasitasnya sebagai pihak yang netral berupa mendamaikan para pihak dengan memberikan saran penyelesaian sengketa.
5. Konsiliasi
Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa yang sifatnya lebih formal dibanding mediasi. Konsiliasi adalah suatu cara penyelesaian sengketa oleh pihak ketiga atau oleh suatu komisi konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak. Komisi tersebut bisa yang sudah terlembaga atau ad hoc (sementara) yang berfungsi untuk menetapkan persyaratanpersyaratan penyelesaian yang diterima oleh para pihak. Namun putusannya tidaklah mengikat para pihak
6. Arbitrase
Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral serta putusan yang dikeluarkan sifatnya final dan mengikat. Badan arbitrase dewasa ini sudah semakin populer dan semakin banyak digunakan dalam menyelesaikan sengketasengketa internasional. Penyerahan suatu sengketa kepada arbitrase dapat dilakukan dengan pembuatan suatu compromis, yaitu penyerahan kepada arbitrase suatu sengketa yang telah lahir; atau melalui pembuatan suatu klausul arbitrase dalam suatu perjanjian sebelum sengketanya lahir (clause compromissoire). 
Penyelesaian sengketa internasional melalui arbitrase internasional adalah pengajuan sengketa internasional kepada arbitrator yang dipilih secara bebas oleh para pihak, yang memberi keputusan dengan tidak harus terlalu terpaku pada pertimbangan-pertimbangan hukum. Arbitrase adalah merupakan suatu cara penerapan prinsip hukum terhadap suatu sengketa dalam batas-batas yang telah disetujui sebelumnya oleh para pihak yang bersengketa. Hal-hal yang penting dalam arbitrase adalah:
  1. Perlunya persetujuan para pihak dalam setiap tahap proses arbitrase, dan
  2. Sengketa diselesaikan atas dasar menghormati hukum. (Burhan Tsani, 1990; 211)

Secara esensial, arbitrase merupakan prosedur konsensus, karenanya persetujuan para pihaklah yang mengatur pengadilan arbitrase. Arbitrase terdiri dari seorang arbitrator atau komisi bersama antar anggota-anggota yang ditunjuk oleh para pihak atau dan komisi campuran, yang terdiri dari orang-orang yang diajukan oleh para pihak dan anggota tambahan yang dipilih dengan cara lain.
Pengadilan arbitrase dilaksanakan oleh suatu “panel hakim” atau arbitrator yang dibentuk atas dasar persetujuan khusus para pihak, atau dengan perjanjian arbitrase yang telah ada. Persetujuan arbitrase tersebut dikenal dengan compromis (kompromi) yang memuat:

  1. persetujuan para pihak untuk terikat pada keputusan arbitrase;
  2. metode pemilihan panel arbitrase;
  3. waktu dan tempat hearing (dengar pendapat);
  4. batas-batas fakta yang harus dipertimbangkan, dan;
  5. prinsip-prinsip hukum atau keadilan yang harus diterapkan untuk mencapai suatu kesepakatan. (Burhan Tsani, 1990, 214)

Usaha memperkuat berlakunya hukum internasional

  1. Menghormati prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional dalam hubungan antarnegara. Hal ini dilakukan oleh organ-organ pemerintah negara, khususnya yang dalam tugas dan kewenangannya berhubungan dengan masalah luar negeri atau internasional.
  2. Penggunaan penyelesaian sengketa antarsubjek hukum internasional melalui cara damai dan berbagai alternatif penyelesaian sengketa ke Mahkamah Internasional, seperti perundingan langsung, perundingan melalui peran pihak ketiga, penyelesaian melalui organisasi internasional, badan-badan arbitrase, ataupun peradilan internasional.
  3. Mentaati Hukum Internasional dan tidak melanggarnya, khususnya dalam hal ini adalah keputusan Mahkamah Internasional. 
  4. Ratifikasi hukum internasional menjadi hukum nasional. Hal ini sebagai konsekuensi logis menjadi anggota PBB yang melahirkan konvensi-konvensi internasional, di samping juga untuk mempermudah proses penyelesaian sengketa secara internasional karena adanya penafsiran/pedoman hukum yang sama.


Upaya mengefektifkan hukum internasional dan perjanjian internasional

Di bawah ini akan dikemukakan beberapa usaha yang dapat mengefektifkan berlakunya hukum internasional meskipun usaha-usaha itu lebih merupakan langkah yang kasuistis, bukan langkah yang terkonsepsikan secara sistematis, seperti antara lain:
  1. Melalui pembentukan organisasi-organisasi internasional yang disertai dengan organ-organ ataupun sub-sub organnya serta peraturan-peraturan hukum internalnya baik yang substansial maupun prosedural, yang bersifat mengikat sebagai hukum organisasi internasional terhadap negara-negara anggotanya, dan diterapkan dalam hubungan antar mereka maupun dalam kerangka organisasi internasional itu sendiri. Dalam kerangka organisasi internasional dalam skala global atau universal, termasuk pula penerapan kaidah-kaidah hukum inter­nasional oleh organisasi internasional itu sendiri. Pembentukan PBB (sebelumnya LBB) pada tahun 1945 ddalah juga dalam rangka mengefektifkan hukum internasional itu sendiri meskipun hasilnya masih belum optimal. Onganisasi internasional yang cukup efektif dalam penegakan hukum internasional adalah Uni Eropa. Dewasa ini WTO juga sudah tampak keefektifannya dalam menerapkan hukum ekonomi dan hukum perdagangan internasional. Sebagai contoh adalah sanksi yang dikenakan oleh WTO terhdap Indonesia dalam kasus Mobil Nasional (Mobil Timor) setelah melalui proses pemeriksaan perkaranya yang memakan waktu cukup lama. Namun patut diberikan catatan, bahwa setiap organisasi inter­nasional yang ada di dunia ini memang tidak sama keefektifannya. Ada yang dengan efektif dapat menerapkan hukum internasional ada pula yang kurang efektif, bahkan tidak jarang yang tidak efektif sama sekali. Berbagai faktor dapat menjadi penyebab dan perbedaan-perbedaan ini.
  2. Melengkapi penjanjian-perjanjian internasional multi­lateral dengan organ-organ pelaksananya. Seperti diketahui, suatu perjanjian internasional pada hakekatnya adalah merupakan hasil kata sepakat antara negara-negara yang terikat pada perjanjian itu. Praktek negara-negara menunjukkan, bahwa mengandalkan kesadaran hukum negara-negara untuk mentaati perjanjian internasional ternyata tidak efektif. Supaya suatu perjanjian internasional bisa lebih efektif dalam penerapannya terhadap Negara-­negara yang terikat, perjanjian internasional itu sendiri dilengkapi dengan organ pelaksananya. Beberapa, contohnya adalah, Konvensi Hukum Laut PBB 1982 yang memiliki organ-organ seperti International Sea-Bed Authority (Otorita Dasar Samudera Dalam Internasional), Commi-ssion on the Continental Shelf (Komisi tentang landas Kontinen), dan International Tribunal for the Law of the Sea (Mahkamah Hukum Laut Internasional). Demikian pula Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment 1984 (Konvensi Anti Penyiksaan dan Kekejaman Lain, Perlakuan atau Peng­hukuman yang Tidak Manusiawi atau yang Merendahkan Martabat Kemanusiaan 1 984) dilengkapi dengan Committee Against Torture (Komisi anti Penyiksaan)19.
  3. Mencantumkan klausula penyelesaian sengketa (dispute settlement clause) dalam perjanjian-perjanjian inter­nasional, baik perjanjian internasional bilateral maupun multilateral. Dengan pencantuman klausula ini, jika terjadi persengketaan antara negara-negara yang terikat pada perjanjian internasional yang bersangkutan, para pihak yang bersengketa dapat menempuh jalur penyele­saiannya sesuai dengan klausula tersebut. Dalam prakteknya, klausula itu misalnya menyatakan, jika terjadi persengketaan antara para pihak yang terikat pada perjanjian, maka sengketa itu akan diselesaikan melalui perundingan antara para pihak, namun jika perundingan itu tidak berhasil, maka para pihak sepakat mengajukan sengketa itu ke hadapan badan arbiterase atau badan peradilan internasional. Apapun hasil akhir dan penyele­saiannya, diharapkan akan ditaati oleh para pihak yang bersangkutan.

Dengan melalui langkah-langkah seperti ini, ternyata hukum internasional relatif bisa lebih efektif meskipun tidak secara keseluruhannya. Namun seperti telah dikemukakan di atas, upaya seperti ini bukanlah cara yang terkonsepsikan secara sistematis, melainkan tumbuh dan berkembang dalam praktek-praktek hubungan internasional secara kasuistis. Itulah sebabnya, cara-cara seperti ini tidaklah menjamin sepenuhnya bahwa hukum internasional akan menjadi efektif. Masih banyak perjanjian-perjanjian internasional yang tidak mencantumkan organ-organ pelaksana maupun klausula penyelesaian sengketa, sehingga tidak menjamin bahwa perjanjian yang belakangan ini akan ditaati dalam prakteknya. Bahkan perjanjian internasional yang mencan­tumkan kedua hal itupun, juga belum tentu ditaati sepenuhnya. Mengapa demikian? Hal ini tidak terlepas dari persoalan klasik, yakni kedaulatan negara dan tiadanya badan supra-nasional seperti telah dipaparkan di atas secara panjang lebar.

Keberadaan operasi pasukan perdamaian PBB

Pemelihara perdamaian, menurut definisi PBB, adalah "cara untuk menolong negara-negara yang tercabik-cabik konflik untuk menciptakan kondisi untuk perdamaian yang dapat dipertahankan."[1]. Pasukan pemelihara perdamaian bertugas memantau dan mengawasi proses perdamaian di wilayah pasca-konflik dan menolong para bekas tentara yang terlibat dalam memberlakukan perjanjian perdamaian yang mungkin telah mereka tandatangani. Bantuan ini dapat mengambil berbagai bentuk, termasuk langkah-langkah membangun rasa percaya diri, pengaturan pembagian kekuasaan, dukungan untuk proses pemilihan umum, memperkuat penegakan hukum, dan pembangunan sosial-ekonomi. Karena itu, Pasukan Penjaga Perdamaian PBB (sering disebut Topi Baja Biru sesuai dengan topi biru muda yang mereka kenakan) dapat mencakup tentara, polisi sipil, dan para petugas sipil lainnya.

Piagam PBB memberikan kepada Dewan Keamanan PBB kekuasaan dan tanggung jawab untuk mengambil tindakan bersama untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Karena alasan ini, komunitas internasional biasanya berpaling kepada Dewan Keamanan untuk memberikan otorisasi untuk operasi pemeliharaan perdamaian, dan semua misi Pemeliharaan Perdamaian PBB harus memperoleh otorisasi dari Dewan Keamanan.

Kebanyakan dari operasi-operasi ini dibentuk dan diimplementasikan oleh PBB sendiri dengan pasukan-pasukan yang melayani di bawah komando operasional PBB. Dalam hal ini, para anggota pasukan pemelihara perdamaian tetap menjadi anggota masing-masing angkatan bersenjata mereka, dan tidak membentuk suatu “Pasukan PBB” yang independent, karena PBB tidak mempunyai pasukan seperti itu. Apabila keterlibatan langsung PBB dianggap tidak tepat atau tidak memungkinkan, Dewan akan memberikan otirisasi keapda organisasi-organisasi regional seperti misalnya North Atlantic Treaty Organisation (NATO), Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat, atau koalisi dari negara-negara yang bersedia terlibat untuk melaksanakan tugas memelihara atau memberlakukan perdamaian.

PBB bukanlah satu-satunya organisasi yang telah memerintahkan misi pemeliharaan perdamaian, meskipun sebagian akan mengatakan bahwa ini adalah satu-satunya kelompok yang secara legal diizinkan melakukannya. Pasukan-pasukan pemeliharaan perdamaian non-PBB termasuk Misi NATO di Kosovo dan Pasukan dan Pengamat Multinasional di Jazirah Sinai.

Maksud berdampingan secara damai

Menurut kamus-internasional.com. hidup berdampingan secara damai (terhitung) (politik) Gagasan bahwa negara-bangsa tidak boleh mengganggu urusan dalam negeri negara lain untuk menghindari konflik.

0 Response to "Sistem Hukum dan Peradilan Internasional"

Post a Comment

Kritik dan sarannya dipersilahkan...! No pising, no spam, tidak singgung sara.... :)
"bagikan komentar berpahala, tidak berkomentar tidak berdosa."

Lisensi Creative Commons